Project Think Climate Initiative yang didukung oleh IDRC Canada dan Oak Foundation mengadakan pelatihan internal terkait kesetaraan gender bagi para staff KEMITRAAN pada bulan Oktober 2021. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman para staff KEMITRAAN terkait kesetaraan dan kepekaan gender khususnya di lingkungan kerja dan kegiatan sehari-hari.
Pelatihan ini dianggap penting karena KEMITRAAN menilai bahwa pengarustamaan isu gender dan kelompok-kelompok termarjinalkan merupakan bagian integral dalam mencapai misi organisasi yang tertuang dalam dokumen Rencana Strategis KEMITRAAN 2017 – 2021.
“To promote and institutionalize good governance principles in Indonesian society through implementing harmonized reform programs to strengthen public service governance, deepen democracy, improve security and justice and improve economic and environmental governance. Consideration of gender equality and the needs of marginalized groups are integral to achieving our mission”.
Pelatihan internal ini dibimbing oleh pakar kesetaraan gender Elisabeth A.S. Dewi (Nophie), Ph.D, yang juga Ketua Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Parahyangan, Bandung, Jawa Barat dan difasilitasi oleh Gregorius Tjaidjadi. Pelatihan ini diikuti oleh 22 staff, terdiri dari delapan kali pertemuan dengan metode tak hanya teori, melainkan juga berdiskusi secara aktif terkait isu-isu kesetaraan gender di kehidupan sehari-hari.
Pada pelatihan perdana, peserta diajak untuk menonton dan mendiskusikan film berjudul Whale Rider, sebuah drama yang menceritakan dinamika gadis Maori bernama Paikea Apirana, usia dua belas tahun yang ingin menjadi kepala suku perempuan pertama. Setelah menonton, peserta pelatihan dibagi dalam beberapa kelompok dan diberi tugas untuk menyampaikan pembelajaran apa saja yang didapat dari film tersebut.
“Pembelajaran dari film ini adalah meskipun perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama, akan tetapi untuk mendapatkan posisi yang strategis perempuan membutuhkan lebih banyak effort dibandingkan laki-laki. Hal ini akibat dari norma, adat istiadat dan budaya yang sudah turun temurun dan sulit diubah. Kecuali ada orang yang berani mengubah dengan cara raising their voice, “jelas Belinda, salah satu peserta pelatihan.
Foto 1 : Para peserta mengutarakan pendapatnya mengenai film Whale Rider
Sementara pada sesi kedua, peserta diajak mengidentifikasi definisi, konsep seks dan gender di dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai pribadi maupun bagian dari komunitas.
“Seks dan gender adalah dua hal berbeda, namun sering dicampuradukkan sehingga menimbulkan ketidakwajaran,” papar Nophie.
Foto 2 : Elisabeth Dewi (Nophie), pengajar kesetaraan gender memaparkan perbedaan seks dan gender
Nophie menjelaskan bahwa konsep gender erat kaitannya dengan budaya patriarki yang membuat posisi perempuan tidak setara dengan laki-laki. Konsep yang langgeng selama ribuan tahun ini semakin menguat ketika dunia memasuki zaman feodalisme. Pada zaman ini, konsep kepemilikan semakin tegas, dan pembagian tugas berdasarkan nilai-nilai gender diperkenalkan.
Para peserta antusias mengikuti pelatihan ini. Mereka banyak berdiskusi hal-hal yang terkait dengan seks dan gender, termasuk terkait sifat-sifat laki-laki dan perempuan yang berlaku di masyarakat berdasarkan konstruksi sosial.
Dari kedua sesi tersebut di atas, semua bersepakat bahwa isu-isu yang berkaitan dengan gender tidak hanya bicara tentang perempuan saja, namun juga berkaitan dengan relasi antara perempuan dan laki-laki. Pembelajaran ini akan dilakukan secara bertahap agar semua peserta dapat memahami, meresapi dan merefleksikan ke dalam kehidupan sehari-hari, baik dilingkungan keluarga, pekerjaan, dan masyarakat.