Cerita Estungkara: Wujud Kepedulian Generasi Muda Kabupaten Lebak, Banten, Terhadap Kampung Halamannya

Terhitung sudah tiga bulan, program ESTUNGKARA 2022 yang berfokus untuk mendorong terwujudnya ruang-ruang inklusif melalui kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, pemenuhan hak-hak disabilitas dan inklusi sosial serta penguatan masyarakat sipil berjalan di empat wilayah Kasepuhan dan Baduy yang berlokasi di Kabupaten Lebak, Banten. 

Salah satu kegiatan utama yang dilakukan di wilayah ini adalah penyusunan baseline data program. Sejak disosialisasikan, program ini telah berkomitmen untuk melibatkan kelompok pemuda dan perempuan dalam proses pengambilan data. Dengan keterlibatannya, kelompok pemuda dan perempuan memperlihatkan kemauan keras untuk belajar  meningkatkan kapasitas mereka agar mampu mendukung pelaksanaan kegiatan pendataan ini. Nampak adanya kerjasama antar enumerator kader lokal dalam pendataan di kampung. Mereka berkoordinasi, membagi peran dan tanggung jawab dalam proses pendataan. 

Selain itu, dari proses pendataan ini, enumerator kader lokal mampu melihat permasalahan yang muncul secara tersirat dari pertanyaan yang mereka tanyakan ke masyarakat adat di sekitar mereka. Beberapa di antaranya bercerita mengenai pendapatan yang lebih sedikit daripada pengeluaran setiap bulannya, banyak yang belum mendapatkan bantuan dalam bentuk apapun, sampai layanan administrasi kependudukan yang belum dimiliki oleh masyarakat dampingan. 

Enumerator kader lokal Kasepuhan Cibedug terdiri dari dua orang yaitu Ega Juanda dan Ahmad Setiadi. Selama proses tiga bulan pendataan baseline data ini, mereka selalu terlibat dalam proses pelatihan pendataan yang oleh RMI, mitra program Estungkara di wilayah Banten. Setelah itu, keduanya juga sering menanyakan kepada RMI mengenai permasalahan yang dihadapi saat pendataan, menanyakan teknis secara mendalam dan menyatakan alasan macetnya pendataan. Penyebabnya yaitu musim panen di Cibedug yang membuat orang-orang di Kasepuhan Cibedug sibuk dan menghambat proses pendataan. Alhasil, Ega Juanda mampu mengumpulkan paling banyak data dengan 82 data dan Ahmad Setiadi mengumpulkan 55 data tertinggi ketiga dibandingkan seluruh enumerator. 

Dari proses selama tiga bulan tersebut, kedua enumerator dari Cibedug menunjukkan rasa ingin belajar, mau mengakui kesalahan dan belajar dari kesalahan. Menurut RMI, sebelum adanya kegiatan pendataan ini, kapasitas generasi muda terbilang minim karena tidak adanya aktivitas yang bisa dilakukan. Melalui kegiatan pendataan ini, mereka belajar untuk bisa melihat setiap persoalan yang ada di kampungnya.

Penulis : Rifky Putra K (RMI)

Categories: Tak Berkategori