Home / Program

ELEVATE (Enhancing the Leverage of Women Environment Human Rights Defenders in Sustaining the Environment)

Perempuan adat Suku Balik menolak penggusuran lahan dan wilayah kelola perempuan di Sepaku Lama, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur Kredit foto: JATAM Kaltim

ELEVATE (Enhancing the Leverage of Women Environment Human Rights Defenders/WEHRDs in Sustaining the Environment) merupakan proyek KEMITRAAN yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan pengaruh perempuan pembela hak asasi manusia (PPHAM) dalam melestarikan lingkungan hidup.

Menurut Komnas Perempuan, terdapat 87 kasus kekerasan dan serangan pada perempuan pembela HAM yang diadukan secara langsung pada kurun waktu 2015-2021. Namun jumlah ini dianggap sebagai fenomena gunung es, mengingat ada banyak kasus yang belum terlaporkan.

Peningkatan kemampuan dan pengaruh difokuskan kepada para perempuan dan komunitas yang hak atas tanah dan sumber daya alamnya terancam oleh proyek pembangunan skala besar, seperti ekspansi perkebunan monokultur maupun industri ekstraktif yang tidak memperhatikan aspek lingkungan.

Tentang proyek

Latar belakang
Partisipasi publik menjadi hal yang krusial dalam mempengaruhi formulasi dan implementasi regulasi, kebijakan, dan keputusan negara. Namun terdapat kecenderungan negara justru membatasi partisipasi dalam proses pembuatan kebijakan, salah satunya yang dialami oleh para pembela HAM dalam bentuk ancaman, kekerasan, hingga kriminalisasi. Risiko semakin berlipat dialami oleh PPHAM lingkungan
hidup yang tidak hanya ditujukan pada dirinya, tetapi juga identitas dirinya sebagai perempuan, ibu, dan anggota masyarakat. Serangan seksual, stigmatisasi, diskriminasi, dan pengabaian acap kali dialami.

Tujuan
Dua tujuan utama proyek ELEVATE, yaitu:
a. Mendorong adanya mekanisme perlindungan negara dan perlindungan berbasis masyarakat bagi PPHAM lingkungan hidup.
b. Meningkatkan kemampuan kepemimpinan serta pengaruh PPHAM lingkungan hidup dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) untuk mengadvokasi kebijakan di sektor lingkungan yang sensitif gender.

Waktu proyek
Oktober 2022 – Januari 2025

Wilayah kerja
Tingkat nasional dan tingkat provinsi (Riau, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah)

Program Kerja
Dalam menjalankan proyek ELEVATE, selain melakukan implementasi secara langsung, KEMITRAAN juga bekerja bersama mitra di tingkat nasional maupun lokal di antaranya di Provinsi Riau, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tengah.
Adapun strategi untuk mencapai tujuan program adalah:

a. Peningkatan kapasitas kepada PPHAM, komunitas, organisasi masyarakat sipil pendukung mengenai keamanan dan perlindungan PPHAM lingkungan hidup serta penguatan jaringan.
b. Dukungan teknis untuk mendorong upaya kolektif negara dan organisasi masyarakat sipil dalam menyediakan instrumen perlindungan hukum kepada perempuan pembela HAM lingkungan hidup yang sensitif gender.
c. Penelitian mengenai kondisi perlindungan perempuan pembela HAM di Indonesia dan kondisi perempuan di lokasi tambang dan sawit.
d. Advokasi untuk mempengaruhi kebijakan perlindungan terhadap PPHAM agar mereka dapat berpartisipasi aktif menegosiasikan kebijakan sensitif gender dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. Kegiatan ini termasuk advokasi isu-isu prioritas berkaitan dengan pembela HAM lingkungan yang sensitif gender, pelaksanaan dialog antar pemangku kepentingan untuk mendukung penguatan
kapasitas dan perlindungan bagi para pembela HAM, advokasi kasus di komunitas dampingan, serta penyediaan asistensi darurat bagi kasus pembela HAM.
e. Pengelolaan pengetahuan dan pembelajaran sebagai proses penting untuk mengintegrasikan data dan informasi dari berbagai inisiatif yang dilakukan oleh aktor masyarakat sipil melalui peningkatan sistem HRDKS (Human Rights Defenders Knowledge System). Sistem ini adalah wadah untuk berbagi, bertukar informasi dan produk pengetahuan mengenai isu-isu pembela HAM serta PPHAM.

Proyek ELEVATE diharapkan dapat menghasilkan:

1) Penelitian, antara lain:
a) Risiko yang dihadapi oleh PHAM dan PPHAM dan kesenjangan kerangka hukum tentang perlindungan PPHAM LH
b) Laporan Tahunan: Situasi terkini yang dihadapi oleh PPHAM LH, termasuk jenis serangan dan tanggapan negara atas serangan; adanya perubahan hukum dan kebijakan lain terkait Pembela HAM dan PPHAM LH
c) Pendokumentasian praktik baik dan pembelajaran terkait strategi dan tantangan yang dihadapi PPHAM LH di tingkat nasional dan regional;
d) Dampak UU Cipta Kerja terhadap kondisi perempuan di sektor sawit dan pertambangan serta melakukan advokasi untuk menyempurnakan UU dan peraturan pelaksanaannya

2) Dengan bermitra dengan organisasi masyarakat sipil di tingkat nasional, melakukan advokasi kebijakan berkaitan dengan:
a) Perlindungan PPHAM LH terhadap Ancaman Tindak Pidana Penghinaan dalam KUHP baru
b) Revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
c) Penguatan Pelaksanaan Aturan ANTI SLAPP pada pasal 66 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

3) Pelatihan untuk mekanisme perlindungan berbasis komunitas yang sensitif gender bagi Pembela HAM di isu lingkungan hidup dengan bermitra dengan organisasi masyarakat sipil di Provinsi Riau, Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengah

4) Peningkatan kapasitas organisasi masyarakat sipil melalui:
a) Pelatihan mekanisme perlindungan dan keamanan bagi 6 mitra lokal di Provinsi Riau, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tengah dan 3 mitra nasional
b) Advokasi kebijakan lingkungan yang sensitif gender bagi PPHAM LH dan OMS

5) Laporan nasional data kasus dan penanganan PPHAM

6) Adanya HRDKs (Human Rights Defenders Knowledge System) sebagai sistem pendokumentasian serangan dan penanganan kasus PPHAM LH

7) Pendampingan darurat bagi Pembela HAM yang mengalami ancaman, serangan, dan kriminalisasi

8) Koalisi nasional untuk advokasi PPHAM LH dan mendorong rencana aksi untuk memperkuat advokasi kebijakan yang sensitif gender di sektor kelapa sawit dan tambang

2016

Pada bulan Maret 2016, KEMITRAAN menerima akreditasi internasional dari Adaptation Fund. Dewan Adaptation Fund, dalam pertemuannya yang ke-27, memutuskan untuk mengakreditasi KEMITRAAN sebagai National Implementing Entity (NIE) dari Adaptation Fund. KEMITRAAN menjadi lembaga pertama dan satu-satunya lembaga Indonesia yang terakreditasi sebagai NIE Adaptation Fund di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

 

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

 

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

2000-2003

KEMITRAAN memainkan peran krusial dalam mendukung pengembangan undang-undang untuk membentuk KPK. Hal ini diikuti dengan langkah mendukung Pemerintah dan DPR dalam memilih calon komisioner yang kompeten dan juga mendukung kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara kritis proses seleksinya. Setelah komisioner ditunjuk, mereka meminta KEMITRAAN untuk membantu mendesain kelembagaan dan rekrutmen awal KPK, serta memainkan peran sebagai koordinator donor. Sangat jelas bahwa KEMITRAAN memainkan peran kunci dalam mendukung KPK untuk mengembangkan kapasitas dan strategi yang diperlukan agar dapat bekerja seefektif mungkin.

2003

Pada tahun 2003, KEMITRAAN menjadi badan hukum yang independen yang terdaftar sebagai Persekutuan Perdata Nirlaba. Pada saat itu, KEMITRAAN masih menjadi program yang dikelola oleh UNDP hingga akhir tahun 2009. Sejak awal tahun 2010, KEMITRAAN mengambil alih tanggung jawab dan akuntabilitas penuh atas program-program dan perkembangannya.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

This agreement was signed between Green Climate Fund (GCF) and PARTNERSHIP. This agreement formalizes KEMITRAAN’s accountability in implementing projects approved by the GCF.

For your information, the GCF is the world’s largest special fund that helps developing countries reduce greenhouse gas emissions and increase their ability to respond to climate change.

These funds were collected by the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) in 2010. The GCF has an important role in realizing the Paris Agreement, namely supporting the goal of keeping the average global temperature increase below 2 degrees Celsius.

2020

This agreement was signed between Green Climate Fund (GCF) and PARTNERSHIP. This agreement formalizes KEMITRAAN’s accountability in implementing projects approved by the GCF.

For your information, the GCF is the world’s largest special fund that helps developing countries reduce greenhouse gas emissions and increase their ability to respond to climate change.

These funds were collected by the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) in 2010. The GCF has an important role in realizing the Paris Agreement, namely supporting the goal of keeping the average global temperature increase below 2 degrees Celsius.

2016

In March 2016, KEMITRAAN received international accreditation from the Adaptation Fund. The Adaptation Fund Board, in its 27th meeting, decided to accredit KEMITRAAN as National Implementing Entity (NIE) from the Adaptation Fund. KEMITRAAN is the first and only Indonesian institution to be accredited as a NIE Adaptation Fund in Indonesia.

2003

In 2003, KEMITRAAN became an independent legal entity registered as a Non-Profit Civil Partnership. At that time, KEMITRAAN was still a program managed by UNDP until the end of 2009. Since the beginning of 2010, KEMITRAAN took over full responsibility and accountability for the programs and their development.

2000-2003

KEMITRAAN played a crucial role in supporting the development of legislation to establish the KPK. This was followed by steps to support the Government and DPR in selecting competent commissioner candidates and also supporting civil society groups to critically monitor the selection process. After the commissioners were appointed, they asked KEMITRAAN to help with the institutional design and initial recruitment of the KPK, as well as play the role of donor coordinator. It is clear that KEMITRAAN plays a key role in supporting the Corruption Eradication Commission to develop the capacity and strategies needed to work as effectively as possible.

1999-2000

The Partnership for Governance Reform, or KEMITRAAN, was founded in 2000 following Indonesia’s first free and fair general election in 1999. This historic election is an important step in Indonesia’s efforts to move away from an authoritarian past towards a democratic future. PARTNERSHIP was established from a multi-donor trust fund and is managed by United Nations Development Programme (UNDP) with a mandate to advance governance reform in Indonesia

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.