Beranda / Program

Adaptation Fund Project – Maluku

Peningkatan Kemampuan Adaptasi Masyarakat Pesisir dalam Menghadapi Dampak Perubahan Iklim di Negeri (Desa) Asilulu, Ureng dan Lima Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku

GAMBARAN

Provinsi Maluku merupakan provinsi kepulauan yang terdiri dari 1.412 pulau dengan total garis pantai 11 ribu kilometer, dan luas wilayah 712.480 km2, dimana 92,4% areanya berupa lautan dan hanya 7,6% berupa daratan.

Menurut Bappeda Maluku (2011), meskipun memiliki potensi yang sangat besar sebagai provinsi kepulauan, Maluku memiliki tingkat kerentanan yang sangat tinggi terhadap perubahan iklim termasuk kerentanan dalam aspek: (1) pertanian dan bahan pangan, (2) kelautan dan perikanan, (3) ketersediaan air minum, serta (4) aspek sosial, ekonomi, budaya dan administrasi pemerintahan.

Kerentanan pada aspek pertanian (sumber pangan). Di Maluku, sebagian besar wilayah pertanian sangat bergantung pada curah hujan, dan juga menunjukkan ketergantungan yang besar pada pola musim (musim hujan). Perubahan iklim mempengaruhi pola bertanam, meningkatkan banjir di wilayah pesisir, menyebabkan salinisasi dan erosi akibat kenaikan permukaan laut dan selain itu, aktivitas manusia dapat mengakibatkan pencemaran dan pengurangan luas lahan pertanian produktif, yang pada gilirannya akan menimbulkan ancaman terhadap ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan lokal.

Kerentanan di sektor kelautan dan perikanan berkaitan dengan dampak perubahan iklim, berupa peningkatan suhu dan muka air laut yang menyebabkan perubahan pola sirkulasi pesisir yang berdampak pada suplai unsur hara, erosi pantai, keasaman laut, dan pemutihan terumbu karang. Kondisi tersebut jelas mempengaruhi proses ekologi yang secara langsung berkaitan dengan kemampuan tumbuh karang dan siklus pemijahan berbagai ikan karang dan invertebrata lainnya. Semua usaha perikanan sangat bergantung pada ekosistem pesisir. Cuaca yang tidak menentu dan frekuensi angin topan yang lebih intens telah mengganggu sistem operasi penangkapan ikan dan membuatnya kurang produktif. Kondisi ini akan menyebabkan berkurangnya pasokan ikan dan hilangnya pendapatan bagi nelayan tradisional dan industri perikanan.

Kerentanan pada aspek ketersediaan air minum meliputi 5 jenis air, yaitu; (1) air hujan, (2) air tanah, (3) air permukaan, (4) air desalinisasi, dan (5) air impor (air kemasan). Di kepulauan Maluku, tidak semua sumber air dapat diakses dan tersedia dengan mudah di sebagian besar pulau. Akibatnya, sebagian besar masyarakat sangat rentan terhadap variabilitas alami pada hujan atau perubahan pola siklon tropis.

Kerentanan dalam aspek sosial, ekonomi, budaya dan administrasi pemerintahan. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Maluku telah mengidentifikasi beberapa faktor dalam aspek-aspek tersebut sebagai tantangan upaya adaptasi, antara lain: (1) Persepsi yang bervariasi tentang perubahan iklim dan persaingan prioritas pemerintah dan individu, (2) Kerangka kelembagaan pemerintah yang relatif lemah, (3) Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang lemah, (4) Ketersediaan kapasitas dan tata kelola yang baik di daerah.

Proyek ini bertujuan untuk membantu masyarakat pesisir di Kabupaten Maluku Tengah untuk meningkatkan ketahanan dan mengurangi kerentanan mereka dalam aspek sosial, ekonomi dan ekologi dari ancaman dampak perubahan iklim.

TUJUAN

Meningkatkan kemampuan adaptasi masyarakat pesisir dalam menghadapi dampak perubahan iklim

SASARAN

1. Membuat peta daerah penangkapan ikan yang terintegrasi dengan pengetahuan tradisional nelayan setempat;

2. Memperbaiki ekosistem perairan dangkal untuk ketahanan nelayan dan sumber alternatif tangkapan ikan;

3. Mengembangkan sumber ekonomi alternatif di wilayah pesisir yang tahan terhadap iklim melalui peningkatan teknologi perikanan dan kelautan;

4. Merancang dan mengembangkan sarana penunjang untuk mengantisipasi banjir pesisir dan gelombang pasang, serta sarana penunjang untuk meningkatkan nilai jual hasil tangkapan nelayan.

LOKASI

Proyek ini akan membantu beberapa Negeri (desa) di Maluku Tengah, yaitu Asilulu, Ureng, dan Lima yang secara administratif berada di Kecamatan Leihitu.

Status: Manajer Hibah

Didanai oleh: Adaptation Fund

Mitra/Pelaksana: Harmoni Alam Indonesia (HAI)

Durasi: 28 Agustus 2022 – 27 Agustus 2025

Anggaran: USD $963.456 

Dikelola oleh: Programme Management Unit – Head Office

2016

Pada bulan Maret 2016, KEMITRAAN menerima akreditasi internasional dari Adaptation Fund. Dewan Adaptation Fund, dalam pertemuannya yang ke-27, memutuskan untuk mengakreditasi KEMITRAAN sebagai National Implementing Entity (NIE) dari Adaptation Fund. KEMITRAAN menjadi lembaga pertama dan satu-satunya lembaga Indonesia yang terakreditasi sebagai NIE Adaptation Fund di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

 

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

 

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

2000-2003

KEMITRAAN memainkan peran krusial dalam mendukung pengembangan undang-undang untuk membentuk KPK. Hal ini diikuti dengan langkah mendukung Pemerintah dan DPR dalam memilih calon komisioner yang kompeten dan juga mendukung kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara kritis proses seleksinya. Setelah komisioner ditunjuk, mereka meminta KEMITRAAN untuk membantu mendesain kelembagaan dan rekrutmen awal KPK, serta memainkan peran sebagai koordinator donor. Sangat jelas bahwa KEMITRAAN memainkan peran kunci dalam mendukung KPK untuk mengembangkan kapasitas dan strategi yang diperlukan agar dapat bekerja seefektif mungkin.

2003

Pada tahun 2003, KEMITRAAN menjadi badan hukum yang independen yang terdaftar sebagai Persekutuan Perdata Nirlaba. Pada saat itu, KEMITRAAN masih menjadi program yang dikelola oleh UNDP hingga akhir tahun 2009. Sejak awal tahun 2010, KEMITRAAN mengambil alih tanggung jawab dan akuntabilitas penuh atas program-program dan perkembangannya.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.