Suasana Munas Perempuan yang diikuti secara daring pada 26-27 Maret 2024
JAKARTA – Munas Perempuan merupakan kolaborasi antara pemerintah dan organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam aksi kolektif INKLUSI. Kolaborasi dilakukan dengan Bappenas dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dan telah memproses usulan dari 477 desa 163 kabupaten/kota dan 35 provinsi. Munas Perempuan ini berkontribusi dalam memperkuat usulan pada RPJPMN khususnya pada penyusunan dokumen Indonesia Emas ke-14 tentang perspektif kesetaraan gender dan masyarakat inklusif.
Tahun 2024, tepatnya pada 26-27 Maret, merupakan penyelenggaraan Munas kedua secara daring yang secara spesifik akan memberikan usulan dari aspirasi perempuan, penyandang disabilitas, anak, dan kelompok marginal dalam proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra) terkait, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), dan Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Ada 9 (sembilan) isu atau agenda akan disusun dalam bentuk policy brief berbasis pada data, analisis dan rekomendasi yang mewadahi aspirasi darii tingkat desa, kabupaten dan provinsi, diantaranya ekonomi perempuan, perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan, perempuan dan lingkungan hidup, dan lainnya.
Acara ini dibuka oleh Titi Eko Rahayu, Plt Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Dalam keynote speech-nya, beliau mengatakan setiap sektor pembangunan harus mengutamakan prinsip kesetaraan, keadilan, dan inklusivitas.
“Dengan demikian pembangunan sumber daya manusia menjadi kunci utama dalam mencapai kemajuan di segala bidang. Pembangunan tersebut harus merata, adil, dan dapat mencakup semua kalangan masyarakat serta dapat mengakomodasi suara dari kelompok-kelompok rentan seperti anak, perempuan, lanjut usia, penyandang disabilitas, kelompok marginal, serta seluruh lapisan masyarakat hingga ke akar rumput,” terang Titi.
KEMITRAAN bersama mitra program Estungkara berpartisipasi dalam penyelenggaraan Munas Perempuan yang diselenggarakan secara online. Mitra dari masing-masing daerah mengakomodir komunitas-komunitas perempuan adat untuk berkumpul dan mengikuti bersama-sama penyelenggaraan Munas Perempuan. Rosaria Leni perwakilan perempuan adat Mentawai dari Desa Muntei menyampaikan usulannya untuk mendorong kemajuan ekonomi perempuan adat di daerahnya. Ia mengusulkan perlunya pelatihan dan pembinaan dalam pengelolaan hasil bumi di Kepulauan Mentawai agar bisa menjadi sumber penghasilan dan meningkatkan ekonomi rumah tangga.
Sama halnya dengan Hermina Mawa, perempuan adat Rendu Butowe dalam ruang diskusi perempuan dan lingkungan hidup. Dia turut mengusulkan agar pemerintah lebih memperhatikan proses pemindahan warga yang terdampak penggusuran karena pembangunan Waduk Lambo, terutama terkait dengan ganti rugi yang diterima warga. Kerugian yang selama ini dilihat selalu sebatas kerugian material. Namun bagi perempuan adat, kerugian non-material seperti dampak sosial dan budaya kerap diabaikan dalam pemberian ganti rugi lahan. Selain itu juga aspek keamanan bagi warga yang harus pindah dan menyesuaikan di wilayah yang baru kurang diperhatikan.
Munas Perempuan merupakan salah satu forum strategis untuk menjawab isu krusial tentang partisipasi bermakna bagi perempuan, penyandang disabilitas, anak, serta kelompok rentan dan marginal lainnya di Indonesia. Minimnya partisipasi bermakna dari kelompok ini dapat kita lihat dari tiga aspek yaitu pertama, secara kuantitatif menunjukkan jumlah yang kecil. Kedua tercermin dari minimnya usulan yang merepresentasikan kepentingan mereka. Ketiga adalah lemahnya posisi tawar dalam mempengaruhi pengambilan keputusan.
Berbagai strategi dan inisiatif dikembangkan dan berhasil mengatasi isu-isu gender namun masih pula menyisakan banyak isu yang belum tertangani. Salah satu penyebab utamanya adalah budaya patriarki masih melembaga dalam cara pandang, tata cara kehidupan sehari-hari, dalam kebijakan di berbagai lini kehidupan dan sektor pembangunan sosial budaya, ekonomi, dan politik.
Munas Perempuan diharapkan dapat mengawal secara langsung usulan dari desa akan dibahas dan dimasukkan oleh perencana pembangunan di tingkat nasional. Serta melalui Munas Perempuan, aspirasi dan kebutuhan para perempuan termasuk juga perempuan adat semakin didengar dan diakomodir sehingga tujuan pembangunan “no one left behind”tidak hanya menjadi jargon semata. Namun dapat terealisasi demi mendorong perempuan-perempuan semakin mandiri dan berdaya.