Pinrang, 23 September 2021 – Konsorsium Adaptasi Perubahan Iklim dan Lingkungan (KAPABEL), Kelompok Peduli Perubahan Iklim (KPPI) Pinrang, Warga Desa, puluhan komunitas pemuda dan pegiat lingkungan, serta instansi-instansi pemerintahan bersama-sama menginisiasi penanaman 25.000 pohon mangrove sepanjang 1,2 km di Kawasan Pesisir Daerah Aliran Sungai (DAS) Saddang Kabupaten Pinrang, pada Kamis (23/9/2021). Lokasi penanaman mangrove ini diantaranya berada di 3 desa yakni Desa Paria, Desa Bababinanga, dan Desa Salipolo. Turut hadir pada kegiatan penanaman ini, Drs. H. Abdul Rahman Mahmud, M.Si selaku Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kab. Pinrang, perwakilan BPBD Kab. Pinrang, DKP Kab. Pinrang dan instansi-instansi terkait lainnya.
“Mari kita sama-sama memaknai kegiatan ini sebagai suatu gerakan kemanusiaan, gerakan sosial, gerakan ekonomi dan seluruh gerakan yang ada, karena ini adalah awal yang sangat baik untuk kita semua untuk melihat sesuatu yang Insya Allah akan memberikan dampak yang besar terhadap perubahan yang ada di tengah masyarakat kita” kata Abd. Rahman Mahmud pada sambutannya di Desa Bababinanga.
Muh. Ichwan K. selaku Direktur KAPABEL menerangkan bahwa program yang bertemakan Adaptasi Masyakarat Ekosistem DAS Saddang Berbasis Pangan Hutan, telah dicanangkan sejak tahun 2016 melalui call of proposal kepada Adaptation Fund (AF). Lanjutnya, usulan program KAPABEL telah lolos dan memenuhi kriteria di tahun 2019 dan dapat dijalankan pada Tahun 2020 melalui kerjasama dengan KEMITRAAN – The Partnership for Governance Reform sebagai lembaga resmi AF yang telah terakreditasi di Indonesia. Program ini juga dijalankan di tiga kabupaten lainnya untuk sektor Hulu DAS Saddang, yakni, Kab. Enrekang, Tana Toraja, dan Toraja Utara.
“Apabila program ini telah selesai bulan April tahun 2022, KPPI sebagai kolompok yang dibentuk dan didampingi KAPABEL yang akan melanjutkan asset-aset program, termasuk pengetahuan yang telah ditinggalkan oleh program agar dapat dilanjutkan secara mandiri,” ujar Ichwan.
Pendampingan yang dilakukan KAPABEL Wilayah Hilir DAS, Kabupaten Pinrang tak hanya berfokus pada persoalan mangrove saja, melainkan nantinya akan membentuk industri rumah tangga sebagai upaya peningkatan perekonomian masyarakat khususnya perempuan dan kelompok rentan.
M. Gusti Zainal selaku Koordinator Program KAPABEL menerangkan bahwa dari empat komponen program yang ada. Capaian kami adalah adanya rehabilitasi hutan dan lahan baik hulu maupun hilir DAS Saddang.
Selain itu, penanaman mangrove ini juga sekaligus memperingati hari besar maritim nasional yang bertepatan pada Kamis (23/9/2021). Presiden Jokowi pun menanam mangrove di Desa Tritih, Kab. Cilacap, Jawah Tengah, dipantau dari Kanal Youtube Sekretariat Presiden dari Jakarta (23/9/2021).
Mangrove yang mampu menahan gelombang dan mencegah abrasi laut pun menjadi solusi dalam perbaikan lingkungan. Tak hanya itu, mangrove juga dapat dimanfaatkan menjadi Kawasan pariwisata, sehingga warga pesisir DAS Saddang yang aktifitasnya bergantung dari hasil laut atau tambak pun meningkat.
“Kami bersemangat untuk menanam mangrove karena lokasi penanaman ini di kampung kami, agar tidak terjadi abrasi laut lagi. Kami juga sering berpartisipasi dalam kegiatan seperti ini karena kami tahu bukan hanya dikampung kami yang sering terjadi abrasi, baik di Pinrang maupun luar Pinrang. Mari kita bersama-sama berjuang untuk kelestarian laut,” ucap Rahmat salah satu anggota KPPI Binanga Saddang Desa Bababinanga.
Menurut Muh. Faisal M. selaku Manager Program Wilayah Hilir KAPABEL menerangkan bahwa sebelumya KAPABEL telah melakukan pembentukan dan peresmian KPPI, Pemberian pelatihan dan studi banding budidaya mangrove, pembibitan mangrove, audiensi ke instansi terkait hingga membuat rancangan teknis penanaman mangrove. Sehingga kegiatan ini diharapkan berjalan lancar dan angka kematian bibit yang ditanam sangat kecil.
“Kegiatan ini bukan hanya sampai di sini, melainkan tiap bulannya akan ada monitoring dan penyulaman yang dilakukan KAPABEL bersama KPPI untuk menghindari adanya angka kematian bibit yang telah ditanam, karena cuaca disini tidak dapat diprediksi apalagi kondisi pasang-surut juga berubah-ubah ditambah pergeseran sedimentasi oleh sungai saddang sehingga kami telah memikirkan antisipasi jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” ujar Faisal.
Artikel dipublikasi oleh Konsorsium Adaptasi Perubahan Iklim dan Lingkungan (KAPABEL)
Penulis: Muhammad Sahid